0
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Posted by aafiahhhh
on
05.57
A.
Pengertian
Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah dengan melibatkan masyarakat dalam kerangka
kebijakan nasional. MBS merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan
kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi
para siswa.
Dapat
juga dikatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah
penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B.
Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis
sekolah (MBS)
Secara faktual, telah banyak usaha yang telah dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya
kurang menggembirakan. Secara garis besar faktor-faktor penyebabnya adalah :
- Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada output pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga proses pendidikan kurang diperhatikan.
- Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Oleh sebab itulah sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreativitas, sehingga usaha dan saya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
- Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Oleh sebab itulah perlu desentralisasi pendidikan sebagai faktor pendorong MBS ini.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat,
konsep Site Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan
kualitas pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan,
sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian
juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata
informasi menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi
dan kehadiran guru. Sementara di Australia, School Based Management merupakan
refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai
lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut
visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap
pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain.
MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari
pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari partisipasi
masyarakat melalui school council dan parent and community association.
Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting penyelenggaraan MBS yaity school
policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan prioritas
program, (2) school planning review serta (3) school annual planning quality
assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and internal monitoring.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan
diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia
mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen
Berbasis Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS
menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi,
pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada
lagi, yang ada adalah pendekatan profesional.
Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah
kabupaten dan kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya
pendidikan dan kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi
pendidikan yang mengarah kepada pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan
pelayanan pendidikan yang berkeadilan.
C.
Alasan
Diterapkannya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Berdasarkan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional
ada beberapa alasan yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah,
yaitu :
- Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
- Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
- Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
- Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
- Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
- Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
- Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
- Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
- Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
- Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
Sedangkan
Nukolis memberikan alasan MBS sebagai
berikut:
Pertama,
sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya,
sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahuikebutuhannya.
Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
Menurut Mulyasa alasan MBS antara lain:
- Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan
- Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya (JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik
- Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.
Data
lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan MBS di sekolah
antara lain:
- Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
- Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
- Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.
- Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila masyarakat setempat juga ikut mengontrol
- Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat
- Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah
- Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
D.
Tujuan Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah secara umum
adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Secara terperinci MBS bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu
pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi,
keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah
dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia, (2)
meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan tanggungjawab
sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya dan
(4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
Menurut Nanang fatah Tujuan penerapan MBS memberi leluasa
pada pihak pengelola pendidikan yang seharusnya dilakukandi sekolah
masing-masing bahkan dalam mengambil keputusan pengelola pendidikan tidak harus
menunggu dari pemerintah. Manajemen berbasis Sekolah mengubah sistem
pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan
dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal.
Kepala Sekolah/Madrasah diberi kewenangan dalam
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, proses penyelenggaraan pada Sekolah yang
dipimpin. Albers Mohrman menguraikan bahwa: Sebagai suatu konsep, bisa
dikatakan MBS merupakan tawaran model reformasi pada ranah pendidikan. Konsep
ini merupakan salah satu bentuk rekstrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem
sekolah dengan melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
prestasi akademik sekolah dengan mengubah desain stuktur organisasinya.
Namun demikian dalam memahami tujuan penerapan MBS
diperlukan wawasan, pengertian tujuan dan target yang hendak dicapai dalam
penerapan MBS. Tanpa memahami tujuan tersebut, maka Penerapan MBS tidak akan
berjalan, MBS bukanlah sekedar pertanggung jawaban sekolah pada masalah
administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur birokrasi, maupun
pusat-pusat birokrasi di bawahnya. Lebih lanjut Umaedi menegaskan, tanpa
pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi
masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi serta tidak ada unsur penekanan dari
pemerintah. Peningkatan mutu dapat tempuh melalui peranserta orang tua,
kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah
dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
suasana yang kondusif.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan
kajian pelaksanaan di negara-negara yang sudah maju, maupun yang tersurat dan
tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun 2003, tentang
Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1:Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non
formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat
aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan
efisiensi, serta akuntabilitas.
Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi
pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil
output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu dan
relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, pendidikan
yang bermutu adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya.
E. Prinsip-prinsip dan Karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS)
Ada beberapa prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
Ada beberapa prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
- Prinsip Otonomi sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri (pengelolaan mandiri). Dalam hal prinsip pengelolaan mandiri dibedakan dari pandangan yang menganggap sekolah hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang hanya melaksanakan segala sesuatu berdasarkan pengarahan, petunjuk, dan instruksi dari atas atau dari luar. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/ menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
- Prinsip Fleksibilitas yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan sekolah yang lebih besar, sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya. Dengan prinsip fleksibilitas ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Seperti pada prinsip otonomi di atas, prinsip fleksibilitas yang dimaksud tetap mengacu pada kebijakan, peraturan dan perundangan yang berlaku. Program dan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) akan berbeda antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, bahkan ketika alokasi anggaran yang dimiliki sekolah jumlahnya sama, tetapi penekanan dan pemilihan prioritas dapat berbeda. Prinsip ini membuka kesempatan bagi kreativitas sekolah untuk melakukan upaya-upaya inovatif yang diyakini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah, terutama proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
- Prinsip inisiatif yang didasarkan atas konsepsi bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumberdaya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Dengan demikian, lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia (human resources development) yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Prinsip tersebut menunjukkan pentingnya faktor manusia pada efektivitas orgnanisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga butir utama manajemen adalah mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini, maka MBS bertujuan membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya.
Adapun
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu sebagai berikut :
- Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan memberi arah kerja.
- Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena secara tidak langsung memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari manajemen kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah.
- Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut hakikat manusia, organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, dan keterampilan-keterampilan manajemen. Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan MBS, perubahan strategi manajemen lebih memandang pada aspek pengembangan yang tepat dan relevan dengan kebutuhan sekolah.
- Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan dan sebagainya.
- MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator sekolah, guru, orang tua, dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah.
- MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, iklim organisasi cenderung mengarah ke tipe komitmen sehingga efektivitas sekolah dapat tercapai.
- Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di dalamnya kualitas yang dimiliki administrator.
- Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multitingkat dan multisegi.
F.
Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan
tentang strategi yang digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara
sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara daerah yang satu dengan
daerah lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan berhasil apabila bertolak
dari strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS itu sendiri.
Faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi MBS ialah:
(1) adanya political will dari pengambil kebijakan yang dapat dijadikan dasar
hukum bagi sekolah, (2) finansial atau keuangan yang memadai, (3) sumber daya
manusia yang tersedia, (4) budaya sekolah, (5) kepemimpinan, serta (6)
keorganisasian sekolah. Keenam faktor tersebut tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lain dalam mendukung keberhasilan implementasi MBS.
Sekolah yang telah menerapkan MBS dapat dilihat dari
beberapa ukuran atau indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari
3 pilar kebijakan pendidikan nasional yaitu pemerataan dan peningkatan akses,
peningkatan mutu dan daya saing, serta tata layana pendidikan yang lebih baik.
Berdasarkan ketiga pilar tersebut, indikator-indikator keberhasilan
implementasi MBS dapat dilihat dari semakin meningkat dan membaiknya: (1)
jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan, (2) kualitas layanan pendidikan
(seperti pembelajaran), yang berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan
non akademik siswa dan jumlah siswa yang tingkat tinggal kelas menurun, (4)
produktivitas sekolah (efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya), (5)
relevansi pendidikan, (6) keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan, (7)
partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan, (8) iklim dan
budaya kerja sekolah, (9) kesejahteraan guru dan staf sekolah, serta (10)
demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Contoh-contoh indikator keberhasilan implementasi MBS adalah
sebagai berikut: (a). Dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses
adalah meningkatnya nilai APK, APM dan AT. (b) dilihat dari aspek mutu adalah
meningkatnya prestasi akademik dan non- akademik siswa, seperti nilai ujian
sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade matematika, dan sebagainya. (c)
dilihat dari aspek layanan pendidikan di sekolah adalah berkurangnya jumlah
siswa yang tinggal kelas, drop out, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri sekolah
yang melaksanakan MBS dilihat dari berbagai aspek, yaitu (a) aspek organisasi:
sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan dapat menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan. (b). Pembelajaran:
meningkatkan kualitas belajar siswa, menyelenggarakan pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan. (c) sumber daya manusia: memberdayakan staf
dan menempatkan personil yang dapat melayani keperluan siswa, menyediakan
kegiatan untuk pengembangan profesi staf.
G.
Peranan Masyarakat dalam Penerapan Manajemen Berbasis sekolah (MBS)
Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak hanya
berupa dukungan dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari itu. Peran
serta masyarakat sudah dapat dianggap baik jika dapat dapat terlibat dalam
bidang pengelolaan sekolah, apalagi bila dapat masuk ke biang akademik. Orang
tua merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS. Sebagai
pihak yang sangat berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang tua
sudah selayaknya dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak hanya berupa
dana, tetapi juga pemikiran atau tenaga dalam pembelajaran, perencanaan
pengembangan sekolah, dan pengelolaan kelas. Komitmen dan kerjasama sangat
diperlukan dalam upaya realisasi peran serta ini. Antara sekolah dan orang tua
idealnya saling proaktif. Peran serta orang tua dalam peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dapat disesuaikan dengan latar belakang sosial ekonomi
dan kemampuan orang tua.
Demikian pula, dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu
pendidikan sekolah melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh
agama, dunia usaha dan dunia industri, serta kelembagaan sosial budaya.
Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara
integral, sinergis, dan efektif, dengan memperhatikan keterbukaan sekolah untuk
menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan mutu
sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan dengan baik apabila komite
sekolah diberdayakan secara optimal. Komite sekolah dibentuk sebagai mitra
sekolah dalam mengembangkan diri menuju peningkatan kualitas pendidikan. Dalam
pelaksanaannya komite sekolah bekerja berdasarkan fungsi-fungsi manajemen.
Sebagai mitra sekolah, komite sekolah memiliki peran sebagai
(1) advisory agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung
kegiatan layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan
layanan pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung tali komunikasi antara
masyarakat dengan pemerintah. Sejalan dengan upaya memberdayakan dan
meningkatkan peran masyarakat, sekolah diharapkan dapat membina jalinan
kerjasama dengan orang tua dan masyarakat. Sebagai bagian dari konsep Manajemen
Berbasis Sekolah, pemberdayaan komite/dewan sekolah ini merupakan wujud
manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua
kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
H. Faktor Pendukung Keberhasilan
Manajemen Berbasis Sekolah
1.
Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang Baik
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan profesional
kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah
secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang
kondusif untuk proses belajar mengajar.
2.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Apresiasi Masyarakat Terhadap Pendidikan
Faktor ekstern yang akan turut menentukan keberhasilan MBS
adalah kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan
dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk
terus belajar.
3.
Dukungan Pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS
terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya
relative belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan.
alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau
madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4.
Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan
kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau
madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu
tinggi serta prestasi siswa.
Ciri-Ciri MBS
Visi dan misi
dirumuskan bersama oleh Kepala Sekolah, Guru, unsur siswa, Alumni, dan
Stakeholder;
RPS mengacu
pada visi dan misi yang telah dirumuskan;
Penyusunan RAPBS
sesuai dengan RPS yang disusun bersama oleh kepala sekolah, guru, dan komite
sekolah secara transparan;
Akuntabel
(tanggung gugat);
Otonomi sekolah
terwujud yang ditandai kemandirian dan dinamika sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
Pengambilan
keputusan dilaksanakan secara partisipatif dan demokratis;
Terbuka
menerima masukan, kritik, dan saran dari pihak manapun demi penyempurnaan
program;
Mampu membangun
komitmen seluruh warga sekolah untuk mewujudkan visi dan misi yang telah
ditetapkan;
Pemberdayaan
seluruh potensi warga sekolah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
Terciptanya
suasana kerja yang kondusif untuk peningkatan kinerja sekolah;
Mampu
memberikan rasa bangga kepada semua pihak (warga masyarakat dan sekolah);
Ada
transparansi dan akuntabilitas publik didalam melaksanakan seluruh kegiatan.
Mengapa Sekolah Harus Bermutu?
Sekolah harus bermutu karena sekolah
yang bermutu akan mampu mendorong,motivasi minat belajar dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik, sehingga mampu menghasilkan lulusan yang memiliki
Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mumpuni serta memiliki kemampuan yang
relevan yang diperlukan dalam kehidupan pribadi,berbangsa dan bernegara.
Sebab-sebab saat ini sekolah banyak yang tidak bermutu
1.
Rendahnya kualitas sarana fisik
2.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita
yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
3.
Rendahnya kualitas guru
4.
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No
20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
5.
Rendahnya kesejahteraan guru
6.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia.
7.
Kurangnya pemerataan kesempatan
pendidikan
8.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
9.
Rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang
menganggur.
10.
Mahalnya biaya pendidikan
Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak
(TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki
pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Pengelola MBS
Pihak-pihak
yang berperan dalam
manajemen berbasis sekolah adalah
Peran
Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
a) Peran dan fungsi Departemen
Pendidikan di Indonesia / Pemerintah
pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa dan warga, peraturan
kurikulum nasional dan system penilaian hasil belajar, penetapan pedoman
pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pendidikan, penetapan
persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa,
menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu
antara daerah kabupaten/kota dan antara daerah provinsi agar tidak terjadi
kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembentunkan budi pekerti,
semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program pendidikan.
b) Peran pemerintah daerah adalah
memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan
sekolah, mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa dan seleksi
karyawan. Dalam kaitannya dengan kurikulum, menspesifikasi-kan tujuan, sasaran,
dan hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah
menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran.
Peran
Dewan Sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah (komite sekolah) memiliki peran: menetapkan
kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan dan memperjelas visi baik untuk
pemerintah daerah dan sekolah itu sendiri, menentukan kebijakan sekolah, visi
dan misi sekolah dengan mengacu kepada ketentuan nasional dan daerah,
menganalisis kebijakan pendidikan, melakukan komunikasi dengan pemerintah
pusat, menyatukan seluruh komponen sekolah. Pengawas sekolah berperan sebagai
fasilitator antara kebijakan pemda kepada masing-masing sekolah antara lain
menjelaskan tujuan akademik dan anggarannya serta memberikan bantuan teknis
ketika sekolah menghadapi masalah dalam menerjemahkan visi pemda. Mereka
memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf sekolah, melakukan
eksperimen metode pengajaran, dan menciptakan jalur komunikasi antara sekolah
dan staf pemda.
Peran
Kepala Sekolah
Pada tingkat sekolah, peran kepala sekolah sangat sentral.
Untu itu peran kepala sekolah adalah : sebagai evaluator, manajer, administrator,
supervisor, leader, inovator dan motivator. Disamping enam fungsi diatas
Wohlstetter dan Mohrman menyatakan bahwa kepala sekolah berperan sebagai
designer, motivator, fasilitator dan liasion (Nurkholis, 2003:119-122). Dari
fungsi-fungsi diatas Mulyasa (2005:97) menambahkan satu fungsi lagi, yakni
sebagai educator (pendidik), yakni mampu memberikan pembinaan (mental, moral,
fisik dan artistik) kepada guru dan staf serta para siswa.
Peran Para Guru
Pedagogi reflektif menunjuk tanggungjawab pokok pembentukan
moral maupun intelektual dalam sekolah terletak pada para guru. Karena dengan
dan melalui peran para guru hubungan personal autentik untuk penanaman
nilai-nilai bagi para siswa berlangsung (Paul Suparno, dkk, 2002:61-62). Untuk
itu guru yang profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu memiliki
kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral, etika dan
etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan, menguasai bidang
tugasnya) dan kompetensi kinerja (terampil dalam pengelolaan pembelajaran).
Peran
Orang Tua dan Masyarakat
Karakteristik yang paling menonjol dalam konsep MBS adalah
pemberdayaan partisipasi para orangtua dan masyarakat. Sekolah memiliki fungsi
subsider, fungsi primer pendidikan ada pada orangtua. Menurut Cheng (1989) ada
dua bentuk pendekatan untuk mengajak orangtua dan masyarakat berpartisipasi
aktif dalam pendidikan. Pertama, pendekatan school based dengan cara
mengajar orangtua siswa datang kesekolah melalui pertemuan-pertemuan,
konferensi, diskusi guru orangtua dan mengunjungi anaknya yang sedang belajar
di sekolah. Kedua, pendekatan home based, yaitu orangtua membantu
anaknya belajar dirumah dan guru berkunjung ke rumah. Sedangkan, peran
masyarakat bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dengan menjaga dan
menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib serta menjalankan kontrol
sosial di sekolah. Peran tokoh-tokoh masyarakat dengan jalan menjadi penggerak,
informan dan penghubung, koordinator dan pengusul.
Penerapan Manajemen Sekolah Unggulan
1. Membangun kapasitas level birokrat
Membangun
kapasitas (capacity building) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan
kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam suatu
sistem kerja yang baru (Harris &
Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam
organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Membangun
kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf
dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada
penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk
dapat melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses
belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan
kondisi dan situasi yang ada. Variable yang diperluakan dalam pengembangan
kapasitas birokrat kantoran antara lain visi, skills, incentive, sumber daya,
dan program.
2. Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama,
membangun trust, dan membangun kelompok
atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana akan menuju dan
dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu. Konsep yang bisa digukan
misalnya :
1)
dalam membangun kapasitas sekolah individu memegag peranan penting. Individu
dalam hal ini bisa kepala sekolah, guru ataupun siswa.
2)
Hubungan dan kaitan kerja diantara individu-individu yang dirangkum dalam suatu
aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang solid.
3)
Terdapat suatu system dan meanisme yang mendorong dan memfasilitasi terjadinya
kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan meningkatkan kemampuan
individu dan kauitas kerjasama.
4)
Keberadaan pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust,
keutuhan social, dan kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup
membangun diri idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun
kepemimpinan di sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup; mengembangkan
visi dan misi, mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah, mengembangkan
kultur sekolah, mengembangkan a learning school, dan melibatkan orang tua,
alumni dna masyarakat serta memahami tantangan yang dihadapi kepala sekolah.
3. Membangun kapasitas level kelas.
Membangun
kapasitas sekolah harus membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan
proses yang memungkinkan interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara
komponen di sekolah yang berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan
siswa merupakan inti dari kegiatan di
sekolah.
Beberapa
hal yang berkaitan erata dengan
pembangunan kapaistas level kelas antara lain;
memahami
hakekat proses belajar mengajar,
memahami
karakteristik kerja guru,
mengembangkan
kepemimpinan pembelajaran,
meningkatkan
kemampuan mengelola kelas,
tantangan guru
Upaya Yang Dirintis Pemerintah Agar Sekolah Bermutu
1. Sertifikasi
Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti
formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional.
2. Akreditasi
Akreditasi
sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil,
transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Alasan
kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi
atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap
kelayakan setiap satuan/program pendidikan
3. Standarisasi
Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional
Pendidikan terdiri dari :
• Standar
Kompetensi Lulusan
• Standar Isi
• Standar
Proses
• Standar Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan
• Standar
Sarana dan Prasarana
• Standar
Pengelolaan
• Standar
Pembiayaan Pendidikan
• Standar
Penilaian Pendidikan
8 Standar Nasional Pendidikan !
8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia:
1. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan
peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi
lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi
lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal
mata pelajaran.
2. Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat
kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan
kalender pendidikan.
3. Standar Proses
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses
pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan
melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket
C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi
kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi,
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar,
pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6. Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni
standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah
Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
7. Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan
tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau
peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung
berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian
hasil belajar oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana
dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tentang Kurikulum 2013
Yang
saya ketahui tentang Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menggunakan
sistem pembelajaran tematik yaitu dengan
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai
mata pelajaran dengan lebih mengutamakan Sikap, kemampuan / keterampilan dan
pengetahuan,serta berbagai konsep dasar yang berkaitan Dimana Tema memberikan makna kepada konsep
dasar tersebut sehingga peserta didik mempelajari konsep dasar yang lebih
terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna
nyata kepada peserta didik.
Mata
pelajaran dalam kurikulum 2013 dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kelompok A
adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif, yang terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, dan Matematika. Sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang
lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor diantaranya adalah SBK (Seni
budaya keterampilan) dan pendidikan jasamani, olahraga dan kesehatan.
Beban
belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama
satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32,
34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam
belajar SD adalah 40 menit.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah
penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah secara umum adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah secara umum adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah meliputi :
Prinsip Otonomi, Prinsip inisiatif, dan Prinsip inisiatif. Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah ada delapan. Dalam penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah, tidak ada ketetapan tentang strategi yang digunakan. Strategi implementasi
MBS akan berbeda antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara
daerah yang satu dengan daerah lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan
berhasil apabila bertolak dari strategi yang mengacu kepada prinsip dan
karakteristik MBS itu sendiri.
Posting Komentar